Thursday, 18 August 2016

Cara Tanam Sayur dan Buah Organik di Rumah



Masalah:
“Belakangan ramai dibicarakan tentang produk sayur-sayuran dan buah organik. Seram juga membayangkan bahaya pestisida dalam jangka panjang.”

Rencana awal:
Ingin mengganti sayur-sayuran dan buah untuk dikonsumsi sehari-hari dengan produk organik yang bebas pestisida.

Belum terlaksana karena:
Produk organik masih sulit ditemukan di kota kecil tempat tinggal saya. Kalaupun ada beberapa supermarket besar yang menjualnya, harganya masih terlalu mahal.

Solusinya:
Sebagian besar produk organik hingga sekarang ini memang masih bercitra ‘barang mewah’. Padahal Anda pun sebenarnya bisa menghasilkan produk organik (tanpa pestisida) sendiri. 

Punya halaman di belakang atau samping rumah? Anda bisa menanam sayur-sayuran yang biasa dikonsumsi sehari-hari. 

Menurut ahli gizi Wied Harry Apriadji, tanaman sayuran semusim (sekali tanam untuk sekali panen), seperti bayam, sawi, daun bawang, dan sebagainya, sangat mudah ditanam di rumah. 

Anda tidak perlu menyiapkan pot, cukup menggunakan polybag (kantung plastik hitam). Gunakan media alami kaya hara, seperti pupuk hijau dan atau kompos, sehingga tanaman hanya tinggal disiram. 

Anda juga bisa menanam daun katuk, tauge, dan sebagainya. Cara lain, pergilah ke pasar tradisional dan cari sayur-sayuran yang tidak terlalu popular, karena biasanya sayuran tersebut ditanam dalam skala kecil dan tidak perlu menggunakan pestisida.

Untuk buah-buahan, Anda juga bisa menanamnya jika punya lahan yang cukup luas, seperti mangga, jambu air, rambutan, alpukat, dan sebagainya. 

Hasil gambar untuk buah organikBuah  lokal yang dibawa oleh tukang buah keliling, seperti pepaya, pisang, rambutan, atau jambu yang biasanya diambil dari kebun si abang buah sendiri, juga bisa jadi pilihan. 
Buah-buahan seperti apel dan pir sebaiknya dikupas terlebih dahulu untuk meminimalisasi pestisidanya, meskipun karenanya Anda akan kehilangan sebagian kandungan gizi yang sebagian besar terdapat di kulit dan di bawah kulit. Cuci juga buah dan sayur dengan baik untuk mengurangi residu pestisida.

Yang lebih penting lagi, kalaupun Anda belum bisa mengganti seluruh bahan makanan Anda dengan yang organik, meningkatkan konsumsi sayur dan buah lebih banyak dibanding non-sayuran dan non-buah, sudah jauh lebih baik.

SAYUR DAN BUAH ORGANIK VS NON ORGANIK


Sayur dan buah-buahan non-organik diduga mengandung residu pestisida yang bisa meningkatkan risiko penyakit kanker. Oleh sebab itu, Anda sebaiknya membeli pangan organik yang harganya 30 – 50 persen lebih mahal. Benarkah?

Fakta saat ini. Melvin Heyman, dokter anak dari University of California, San Fransisco, AS, mengatakan bahwa residu pestisida dalam kadar yang rendah tidak berbahaya bagi anak–anak. Itu sebabnya, penggunaan senyawa pestisida di Indonesia untuk sayuran dan makanan sudah diatur tingkat residunya, sehingga aman bagi konsumen. Sayangnya, masih banyak petani yang menggunakan pestisida secara irasional, yakni berlebihan dan tidak mengikuti standar, sehingga dikhawatirkan banyak produk pertanian Indonesia yang mengandung residu pestisida di atas ambang maksimum.

Sebaiknya. Kalau ditinjau dari sisi pencemaran zat-zat kimia, tentu bahan pangan organik lebih aman. Tapi harus diingat, bebas bahan kimia belum tentu aman. Misalnya, pemberian pupuk kandang yang disebarkan secara tidak terukur dan tidak terarah, bisa saja mencemari buah-buahan atau sayur-sayuran. Tanaman tersebut bisa kena bakteri E. coli dari pupuk kandang.
 
Berikut cara menyiasati bahan pangan non-organik agar lebih aman:  

  • Buah-buahan sebaiknya dicuci bersih dan akan lebih aman bila dikupas. Bila dikonsumsi dengan kulitnya, pastikan lapisan lilinnya juga sudah hilang. Gunakan bahan pencuci yang food grade.
  • Sayuran semisalnya kol, dapat Anda buang bagian paling luar, yang biasanya paling banyak residunya. Jika tidak mungkin membuang bagian luar, cuci bersih atau kupas.

Seringkali kita memang tidak bisa menghindari pengaruh-pengaruh dari bahan kimia yang terdapat pada makanan. Yang kita bisa lakukan adalah meminimalisir risikonya.

No comments:

Post a Comment